23 Des 2013

latihan muay thai part 1



assalamualaikum wr wb
haloo semuaaa :) kali ini aku bakal menceritakan tentang muay thai yang hari ini aku jalanin, di simak yaaaa :*

awalnya ga tau apa sih muay thai, emang sih ya agak kuper bgd kali yaa hmm padahal kan muay thai bela diri yang sekarang lagi naik bunga, eh ga lucu yaa? hahah oke skip
iya jadi pas awal awal desember si eka janu temen sma gw bbm "nad, ikut muaythai yuk" gw dengan polosnya jawab "muaythai apa jan?" "itu beladiri, lagi naik daun gt sekarang, bisa bikin badan bagus juga loh" ooh bela diri, dan gw langsung meng"iya"kan ajakan doi buat ikut latihan muay thai. bukan karena pengen punya badan bagus juga sih, tapi karna emng gw suka bela diri <3

setelah abis bbman banyak sama janu tentang muaythai, jadi interested dan excited banget yaaa :P browsing2 tentang muaythai dan tempat2 latihan muaythai terdekat dan familiar.. dan pilihan kita mau ke spider academy dulu nih, karena bulan ini lagi ada diskon 20-50% pervisitnya, dari harga 100ribu pervisit, tp karena lg ada promo akhir tahun jd kita di kenain biaya 50ribu doang karena kita dateng jam 12, tp kalo udah diatas jam 3 itu kena biaya 80ribu, jd yg penasaran ikutan muaythai mendingan buruan deh sekarang kesana mumpung lg discon :D

karena baru pertama kali ikut muaythai jadi kita mau pervisit dulu jadi bisa compare sama tempat yang laiin hehe ^^

yap, karena hari pertama kita latihan sanking excitednya kita dateng sebelum jam 12 siang kurang dikit haha, kalo kata satpamnya mah kepagian neng itu baru pada bangun, nahloh haha.. tp kita langsung di suruh latihan kok walaupun adminnya belom dateng..

pelatihnya asyyiik baik terus ramah, ;;)
awal latihan kita di suruh pemanasan dulu, ya stanadar sih ya kaya gerakan kelenturan buat perenggangan kaki dan tangan, push up, sit up, back up, skipping, dll.. yap kaya waktu jujitsu dulu, pas pemanasan ini yg capenyaaaaa naujubile..
abis pemanasan di suruh pake yang namanya handwrap, Handwrap adalah pembalut tangan berbentuk semacam pita sepanjang 1 meter lebih yang gunanya membalut tangan biar nggak keseleo. Kalo suka liat pertandingan tinju, itu adalah pembalut tangan yang dipake sebelum mereka pake glove tinju.
dan cara pakenya juga ga boleh asal gulung2 aja, ada caranya juga kaya pake sabuk buat baju bela diri juga ada aturannya kan :P
si janu juga nih dipakein, malah sempet2nya begaya haha

nih hasilnya
abis dibungkus pake handwrap tangannya, langsung jiwa petarung gw keluar aseeek hahaha lebay dikit gpp yaa ;p

nah abis pake begituan kita, diajarin deh nih teknik2 tendangan dan pukulan di muaythai.
nih nama2 teknik dalam muaythai yang td gw tangkep sedikit-sedikit, semoga ga salah yaa, namanya juga baru pertama ;;)

Strike : Pukulan lurus ke depan menggunakan tangan kanan.
Jab : Pukulan lurus ke depan menggunakan tangan kiri.
Hook : Pukulan dari samping, bentuknya seperti pengait/hook. (bisa menggunakan tangan kiri atau tangan kanan. Jangan tangan orang lain!)
Uppercut : Pukulan ke atas dari arah bawah . (bisa kanan atau kiri)
Duck : Awalnya gue kira ini adalah bebek yang dilepaskan dalam kondisi terjepit, tapi bukan. Ini adalah gerakan menunduk untuk menghindari pukulan.
Elbow : Cukup jelas. Menyerang dengan menggunakan siku (bisa siku kanan atau siku kiri, tergantung posisi dan izin Allah)
Knee : Cukup jelas. Menyerang dengan menggunakan lutut kiri atau kanan.
Kick : Tendangan mendorong ke depan untuk menjauhkan lawan. Tapi jangan jauh-jauh, nanti jadi LDR.
Middle Kick : Tendangan menyamping dengan tulang kering, dilakukan ke arah badan.
Kunci Inggris dan penggaris besi : Buat jaga-jaga kalau semua jurus diatas gak berfungsi.

Ingat, bahwa semua gerakan ini harus dilakukan dengan posisi melindungi kepala. Jadi setelah melakukan serangan, kedua tangan harus kembali ke posisi semula. jadi kaya tinju-tinju yg di tipi-tipi gt yang tangannya selalu deket sama kepala buat ngelindungin kepala fungsinya :D

abis di kasih berbagai macam teori, baru deh kita ke prakteknya, dan di suruh pake sarung tangan yg gede itu yg mereka sebut dengan Boxing Glove. kaya gini nih:


dan mukul bantal2 yg agak persis kaya bantal guling, tp yg ini bantalnya agak keras jd kalo nendang berasa juga sih huhu dan sparing dengan sang pelatih, tp pelatihnya pake bantalah tebal di kedua tangannya.

yaps dan ga berasa waktu udah kelar latihan, menurut gw sih latihannya yaa standar orang latihan bela diri sih, karena sebelumnya juga gw pernah ikut bela diri jujitsu juga jadi ya menurut gw standar2 aja, tp karena gw baru mulai olahraga lagi tetep aja kaki pada pegel pegel dan kram hahah dan itu hal wajar kok :)
dan sepanjang latihan kita juga ga lupa loh bernarsis2 ria hahah, narsis yg sungguh kelewatan..
nih dia pelatih kita di spider, kaya orang ambon gicu deeeh, cek this out:

dan foto foto narsis kita yg lainnya nih hahaha yuk cus





yaudah sekian dulu deh yaaa, share gw tentang latihan pertama muay thai gw, tunggu cerita latihan gw di latihan muaythai part 2, itu beda tempat lagi yg insya allah minggu depan bakal ke virtue muay thai academy yg ada di bintaro sektor 3A, persis di depan bintaro plaza..

soooo tetep ikutin cerita gw yaaaa, byeeee :* :*
wassalamualaikum wr wb

19 Des 2013

terpukau - tuhan jadikanlah dia jodohku



Aku memang belum beruntung

Untuk menjatuhkan hatimu

Aku masih belum beruntung

Namun tinggi harapanku

Tuk hidup berdua denganmu




Aku sempurna denganmu

Ku ingin habiskan sisa umurku

Tuhan jadikanlah dia jodohku

Hanya dia yang membuat aku terpukau




Aku sungguh sangat bermimpi

Untuk mendampingi hatimu

Ku masih terus bermimpi

Sangat besar harapanku

Tuk hidup berdua denganmu




Aku sempurna denganmu

Ku ingin habiskan sisa umurku

Tuhan jadikanlah dia jodohku

Hanya dia yang membuat aku terpukau




Denganmu aku sempurna

Denganmu ku ingin habiskan sisa umurku

Tuhan jadikanlah dia jodohku

Hanya dia yang membuat




Denganmu aku sempurna

Denganmu ku ingin habiskan sisa umurku

Tuhan jadikanlah dia jodohku

Hanya dia yang membuat

Hanya dia yang membuat aku terpukau

17 Des 2013

pemeran utama

Ya aku mengerti betapa sulit untuk kembali 
Dan mempercayai penipu ini sekali lagi 

Pemeran utama hati 
Pemicu detak jantung ini 
Baru kini kusadari 
Setelah berlayar pergi Itu kamu 

Ya aku wanita 
Yang seharusnya lebih perasa 
Tapi malah aku mencabik 
Lukai kau yang baik 
Dan buat hatimu sakit 
Meski malu untuk akui 
Aku mau.. 
Kau kembali 

Pemeran utama hati 
Pemicu detak jantung ini 
Baru kini ku sadari 
Setelah berlayar pergi 
Pemicu detak jantung ini 
Baru kini ku sadari 
Setelah berlayar pergi 
Itu kamu 

harus terpisah

Sendiri sendiri ku diam,diam dan merenung 
Merenungkan jalan yang kan membawaku pergi 
Pergi tuk menjauh, menjauh darimu 
Darimu yang mulai berhenti, berhenti mencoba 
Mencoba bertahan, bertahan untuk terus bersamaku 

Ku berlari, kau terdiam 
Ku menangis, kau tersenyum 
Ku berduka, kau bahagia 
Ku pergi, kau kembali 
Ku mencoba meraih mimpi 
Kau coba tuk hentikan mimpi 
Memang kita takkan menyatu 

Bayangkan bayangkan ku hilang, hilang tak kembali 
Kembali untuk mempertanyakan lagi cinta 
Cintamu yang mungkin, mungkin tak berarti 
Berarti untukku rindukan 

Ku berlari, kau terdiam 
Ku menangis, kau tersenyum 
Ku berduka, kau bahagia 
Ku pergi, kau kembali 
Ku mencoba meraih mimpi 
Kau coba tuk hentikan mimpi 

Memang kita takkan menyatu 
Kini harusnya kita coba saling melupakan 
Lupakan kita pernah bersama 

Ku berlari, kau terdiam 
Ku menangis, kau tersenyum 
Ku berduka, kau bahagia 
Ku pergi, kau kembali 
Ku mencoba meraih mimpi 
Kau coba tuk hentikan mimpi 
Memang kita takkan menyatu

10 Des 2013

Kisahku, seorang syarifah

assalamualaikum wr wb

kali ini aku mau mempublikasikan kisah seseorang syarifah yang kejadiannya hampir hampir mirip, dan pemikiran yang sama tentang hal ini. yuk di simak..

Kali ini aku ingin mengungkap sedikit kisahku, kisah hidupku. Aku menulis ini di tengah malam setelah berkali-kali membaca informasi yang ku dapat dari Internet mengenai kisahku ini. Aku mengungkap kisahku ini, tanpa sedikitpun niat menjadi mungkar, kufur, kafir, atau mendustakan Rasulullah SAW. Kisahku ini ku tulis secara subyektif, menurut apa yang aku jalani dan aku rasakan serta sepengetahuanku yang tidaklah banyak. Hal ini ku jelaskan, agar kalian para pembaca, para habib, ulama dan sayid/sayiddah yang berilmu aku yakini lebih dariku membenarkan atau memberi kritik yang membangun serta memaklumi aku yang awam ini dalam mengungkap masalah ini.

Sebenarnya, masalah ini telah lama mendera ku sebagai seorang wanita, namun tiada berdaya aku mengungkapkannya. Namun di malam ini aku merasa perlu menunjukan dan memberikan sedikit kisahku, membuang jauh-jauh label tabu pada masalahku ini. Mungkin banyak diantara kalian yang belum pernah mendengar atau mengetahui mengenai masalah yang akan ku bahas ini, karena mungkin masalah ini hanya hadir pada segelintir orang, atau terlintas pada pikiran beberapa ahli nasab dan agama.

Pernahkah kalian mendengar mengenai seorang Syarifah dan Sayyid?
Ya, bila kalian mengetahuinya tentu kalian telah mengetahui apa yang akan ku ceritakan ini. Syarifah adalah panggilan bagi anak cucu perempuan Rasulullah SAW, sedang Sayyid atau Syarif adalah panggilan bagi anak cucu laki-laki Rasulullah SAW. Aku, adalah salah satu syarifah (Atau setidaknya begitulah yang aku ketahui, dan ditanamkan kepadaku sejak kecil), aku terbiasa dengan identitas secara syarifah, yakni penyebutan 3 generasi ashobahku (atau biasa di kenal dengan Binti atau Bin).

Sungguh, aku tiada mendustakan kenikmatan menyanding gelar cucu Rasul. Kenikmatan yang begitu aku rasakan, tidak ku pungkiri pula adanya rasa kebanggaan dalam diri ini menyanding gelar syarifah ( dirumah biasa di panggil Wan Ifah ). Karena sedari kecil ku diperkenalkan dengan keutamaan-keutamaan menjadi anak cucu Rasul yang dicintai Allah SWT. Aku besar di keluarga ba'alwy, atau mungkin sebagian besar kalian mengenalnya sebagai keluarga arab (Sebenarnya tidak semua arab itu sayyid atau syarifah).

Kebahagiaan itu sampailah pada hari dimana aku menyadari aku telah beranjak dewasa, dari sinilah keluargaku mulai mendidikku sebagaimana mendidik seorang syarifah (katanya). Mulai dari mengawasi pergaulanku, tidak serta merta membebaskanku keluar rumah tanpa sebab, atau kah tidak mengijinkanku keluar dari rumah hanya untuk bermain dengan kawan-kawan sebayaku. Jangankan begitu, untuk keluar di malam hari saja rasanya haram bagiku.

Namun, ku akui keluarga ku tidaklah sepenuhnya salah. Justru aku bersyukur karena didikan inilah aku menyadari begitu indahnya wanita untuk dijaga. Baik lisan, kelakuan maupun fisiknya. Kala ayahku (baca: Abi / Abuyah) meninggalkan aku untuk menghadap Allah SWT, sepeninggal itu aku begitu menyadari didikan ayahku sangatlah berarti. Dengan penuh penyesalan, sampai dengan hari ini pun aku masih menyesal selama hidup ayahku aku selalu memberontak. Meskipun ku akui dalam pandanganku, tidak sepenuhnya benar mendidik seorang anak begitu kerasnya dan menghindarkannya dari dunia sosial dan pendidikan, namun over all pendidikan ayahku ini bertujuan menjagaku dari dunia luar karena aku adalah putri kecilnya yang sangat ia sayangi. Akulah syarifah satu-satunya dari nasabnya. Sehingga ia begitu ingin melindungiku.

Aku menyadari ayahku begitu mencintai aku sebagai putrinya saat aku teringat dibalik kerasnya ayahku mendidikku dan membedakanku dengan wanita-wanita lain sebayaku, ayahku selalu tanpa terkecuali menuruti keinginan dan mencukupi segala kebutuhanku baik itu penting maupun tidak penting, baik yang ku minta secara jujur maupun secara berbohong (Jangan salahkan saya, tiada dari kalian yang tidak pernah berbohong bukan?). Mohon ampun kepada Allah atas apa yang pernah saya lakukan.

Hingga kini saya berdiri,
Sepeninggal ayah, berdirilah aku dan ibuku (baca: Mama / Umma) serta kedua kakakku yang sibuk bukan main dengan pekerjaan dan kehidupan mereka masing-masing. Aku pun tiada menyalahkan, karena mereka laki-laki dan aku begitu pahamnya dengan kewajiban yang harus mereka emban. Namun bagaimana dengan aku? Aku masihlah anak remaja (ABG) yang masih sangat membutuhkan bimbingan, masih salah menentukan benar dan salah, hak dan bathil, atau yang aku butuhkan dan aku inginkan. Ibuku masih sibuk dengan segala masalah yang mendera sepeninggal ayah, tiada lagi sumber ekonomi untuk mencukupi kehidupan, warisan yang di perdebatkan dengan keluarga, perhitungan beberapa pinjaman yang belum sempat dibayarkan oleh ayah, serta masih banyak lagi.

Ibuku adalah wanita pribumi, seorang dari suku jawa. Tiada ia seorang syarifah kecuali dinikahi oleh ayahku yang sayyid. Sepeninggal ayah, maka kehidupan kami yang biasa berbaur dengan ba'alwy (kaum-kaum arab) pun berbeda, kami mulai jarang berbaur, apalagi fitnah-fitnah serta perdebatan warisan yang muncul membuat kami harus mengasingkan diri. Tidak berarti kami memutus silaturahmi, namun apalah artinya seorang pribumi seperti ibuku di mata mereka (ini kisah tersendiri). Wal hasil, sampailah pada keluarga kami yang jauh dari pergaulan sayyid dan sayyidah yang lain.

Hari demi hari berlalu,
Sampailah aku berlari di hari-hari itu dengan berbagai pesan dari tetuah-tetuah keluargaku mengenai Kafaah Syarifah. Adakah dari kalian yang pernah mendengarnya? Kafaah dalam bahasa indonesia berarti kesepadanan. Kafaah syarifah secara blak-blakan aku paparkan sebagai keharusan seorang syarifah menikah dengan kaumnya, yakni sayyid atau syarif. Sedang sayyid bebas menentukan pendamping hidupnya, karena ashabahnya kepada laki-laki kecuali Fatimah r.a. Anda nilai tidak adil? Nilailah sendiri.

Aku ini tidaklah berilmu pandai, tidak pula pintar mengatur kata. Mohon maafkanlah bila apa yang aku sampaikan secara subyektif ini ialah suatu salah besar.

Aku beranjak dewasa, dan kini sampailah di umurku yang telah berkepala dua. Maka tidaklah malu lagi bila di umurku ini aku dan keluargaku telah berfikir mengenai pendamping hidup. Namun aku di hadapkan pada keadaan ini, dan aku adalah seorang syarifah. Wajib bagiku (katanya) meneruskan nasab Rasul.

Sedang aku dan keluarga tiada mengenal laki-laki sayyid, apalagi mengetahui ahlak, kelakuan dan lain sebagainya darinya. Bilapun datang laki-laki sayyid melamar, entah apa yang akan ku jawab. Haruskah aku hanya melihatnya sebagai anak cucu Rasul? Sementara aku tidak sedikitpun tahu bagaimana dia beriman, berprilaku, bertaqwa. Pendidikan dan pekerjaan merupakan kriteria tersendiri dariku untuk memilih pendamping. Karenanya entah syaittan yang mendorong ku ataukah memang jalan suratan, aku tidak pernah mengenal satupun sayyid dalam hidupku secara personal, kecuali ia saudaraku sendiri dari ayah.


Aku kebingungan setengah mati di umurku yang mendekati kematangan ini, aku sungguh tiada mendustakan nikmat menjadi syarifah dengan segala keutamaan. Namun bagaimana aku harus melanjutkan hidup ini.

Seakan waktu mempertemukan,
Aku beberapa kali mengenal laki-laki akhwal secara personal, bahkan secara jujur aku katakan aku berpacaran dengan laki-laki akhwal hingga saat ini. Namun sekarang keraguan selalu menyergap setiap kali ku kembali mendengar kata syarifah (Sudah lama kata itu tidak ku dengar apalagi pembahasan mengenai kafaah syarifah ini dari keluarga, hingga kadang aku lupa aku ini seorang syarifah dengan segala kewajibannya). Ketakutan menyergapku dan menghantui dengan panasnya api neraka dan berpalingnya Ummi Fatimah dari pandanganku, serta hilangnya safa'at Rasul.

Namun, apalah daya ku.
Aku terlanjur jatuh hati pada laki-laki akhwal, yang ku nilai baik iman dan akhlaknya, bertaqwa, mampu membimbingku dan menyadarkanku. Apakah dengan gelar seorang Sayyid menjadikannya lebih baik dari akhwal biasa? berkali-kali kalimat ini berputar-putar di kepalaku ketika aku mulai membicarakan hal-hal serius dengan akhwal mengenai kelanjutan hubungan kami.

Apakah hukum bagi seorang syarifah menerima pinangan dari akhwal biasa?
Apakah hukum bagi laki-laki bukan sayyid menikahi syarifah?

Banyak sekali aku membaca mengenai pertanyaan diatas, karena ketakutanku akan banyak hal, serta yang utama ketakutanku membuat laki-laki yang menikahiku menjadi mungkar, kafir, dan lain sebagainya hanya karena mencintai aku dan menikahi aku sebagai sunnahnya menjalani agama. Ketakutanku, berlanjut dengan pernyataan tidak sahnya syarifah menikah dengan yang non sayyid, sedang niatku ingin menikah adalah menjauhkan diri dari perbuatan zina.

Aku pernah membaca,
Dibolehkannya seorang syarifah menikah dengan yang bukan sayyid asal syarifah itu dan walinya ridho, namun siapa wali disini? Akankah itu menjadi abangku (pengganti ayahku) ataukah itu semua dzuriyatt di dunia ini? Sedang, kita ketahui bersama bagaimana sulitnya menemui dan meminta izin menikahi seorang syafirah kepada seluruh dzuriyat di dunia ini (Bagaimana mungkin?)

Lalu bilakah itu hanya abangku, maka sedikit lega hatiku ini. Karena menurutku, keluarga intiku, yakni mama dan kakakku, tidaklah begitu mempersoalkan masalah kafaah syarifah ini. Namun bilakah itu seluruh Dzuriyat di dunia maka tidak lagi ada harapan bagiku kecuali itu menentang agama yang ku cintai.

Sungguh kebimbangan yang amat mendera ku.

Aku membaca Habib Mundzir dari Majelis Rasulullah SAW menulis, jumlah sayyidah/syarifah lebih banyak dibanding sayyid/syarif. Seorang syarifah memiliki tiga pilihan jalan hidup, yakni menikah dengan sayyid, bersedia di poligami oleh seorang sayyid atau menikah dengan yang bukan sayyid. Bagaimana pendapat anda mengenai ini? Jawablah dari hati masing-masing. Akan dikemanakan syarifah-syarifah yang tidak menemukan sayyid yang pas ataukah tidak bersedia di madu ini? Adakah tidak menikah itu lebih baik bila syarifah ini tidak bersedia di poligami atau tidak menemukan sayyid yang pas baginya? Sedang menikah adalah sunnah Rasul.

Dari hati kalian, yang membaca ini. Bagaimana aku harus melangkah?

Sedang menurutku,
Entah syaitan mana merasukiku, maafkan bila aku menyakiti hati para sayyid. Namun, aku ingin mengutarakan isi hati.
Mungkinkah aku ini tipe perempuan pembangkang takdir, bila ku ungkapkan kekesalan ku dengan kebebasan sayyid memilih wanita yang bukan syarifah? Sedang seorang syarifah dengan segala keterbatasan harus menikah dengan sayyid?
Lalu, bukankah semua orang sama yang membedakan hanya taqwa orang tersebut? Lalu apakan dia, sayyid, lebih baik taqwanya dari akhwal yang bertaqwa?
Mungkin tidak semua sayyid, banyak pula sayyid yang baik dan berpendidikan. Namun dari sekitaran keluargaku jarang sekali ku temui sayyid yang berpendidikan benar, berprilaku baik, dan bertaqwa dengan baik.
Sedang akhwal yang ku temui ini menurut aku secara subyektif baik iman, taqwa dan prilakunya. Berpendidikan dan dari keluarga akhwal yang baik pula. Pekerjaannya dan potensinya pun baik. 
Ampuni aku ya Allah atas kelancanganku ini mengungkapkan kekesalanku.  


abis baca cerita ini aku ngerasain banget apa yang dia rasakan, yaallah sesungguhnya ini adalah nikmatmu yang tidak pantas untuk kami dustakan..

tentang kafa'ah allawiyah atau ahlul bait


Oleh:
As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini
(Pimpinan Majelis Dakwah Wali Songo)
Pada dasarnya ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan keutamaan dan kemuliaan ahlul bait secara umum merupakan dalil yang mendasari pelaksanaan kafa’ah dalam perkawinan syarifah. Begitu pula dengan ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an surah al-An’am ayat 87, berbunyi :
ومن أبآئهم وذرّيّتهم وإخوانهم …
(dan kami lebihkan pula derajat) sebagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka …’
TAFSIR ‘ALAWIYYAH TENTANG AYAT DI ATAS:
Ayat di atas jelas memberitahukan bahwa antara keturunan para nabi, (khususnya keturunan Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam), dengan keturunan lainnya terdapat perbedaan derajat keutamaan dan kemuliaan, hal ini didasari oleh sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam yang ditulis dalam kitab Yanabbi’ al-Mawwadah :
نحن اهل البيت لا يقاس بنا
‘Kami Ahlul Bait (Keturunan Rasulullah) tidaklah bisa dibandingkan dengan siapapun‘.
Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahj al-Balaghoh berkata, ‘Tiada seorang pun dari umat ini dapat dibandingkan dengan keluarga Nabi Muhammad ’Shallallaahu ‘alaihi Wa Sallam’. Imam Ali mengatakan bahwa tiada orang di dunia ini yang setaraf (sekufu’) dengan mereka, tiada pula orang yang dapat dianggap sama dengan mereka dalam hal kemuliaan.
Imam At-Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Sayyidina Abbas bin Abdul Mutthalib, ketika Rasulullah ditanya tentang kemuliaan silsilah mereka, beliau menjawab :
ان الله خلق الخلق فجعلني في خيرهم من خيرهم قرنا ثم تخير القبائل فجعلني من خير قبيلة ثم تخير البيوت فجعلني من خيربيوتهم فأنا خيرهم نفسا و خيرهم بيتا
‘Allah menciptakan manusia dan telah menciptakan diriku yang berasal dari jenis kelompok manusia terbaik pada waktu yang terbaik. Kemudian Allah menciptakan kabilah-kabilah terbaik, dan menjadikan diriku dari kabilah yang terbaik. Lalu Allah menciptakan keluarga-keluarga terbaik dan menjadikan diriku dari keluarga yang paling baik. Akulah orang yang terbaik di kalangan mereka, baik dari segi pribadi maupun dari segi silsilah‘.
Imam Baihaqi, Abu Nu’aim dan Tabrani meriwayatkan dari Aisyah, Disebutkan bahwa Jibril ‘Alaihis Salam pernah berkata :
قال لى جبريل : قلبت مشارق الارض ومغاربها فلم أجد رجلا افضل من محمد وقلبت مشارق الارض ومغاربها فلم أجد بنى أب أفضل من بني هلشم
‘Jibril berkata kepadaku : Aku membolak balikkan bumi, antara Timur dan Barat, tetapi aku tidak menemukan seseorang yang lebih utama daripada Muhammad saw dan akupun tidak melihat keturunan yang lebih utama daripada keturunan Bani Hasyim’.
Dalam Al-Quran disebutkan bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sebagai contoh para sahabat nabi, mereka adalah orang-orang yang mulia walaupun mereka bukan dari kalangan ahlul bait. Memang benar, bahwa mereka semuanya sama-sama bertaqwa, taat dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya. Persamaan keutamaan itu disebabkan oleh amal kebajikannya masing-masing.
Akan tetapi ada keutamaan yang tidak mungkin dimiliki oleh para sahabat nabi yang bukan ahlul bait. Sebab para anggota ahlul bait secara kodrati dan menurut fitrahnya telah mempunyai keutamaan karena hubungan darah dan keturunan dengan manusia pilihan Allah yaitu nabi Muhammad saw. Hubungan biologis itu merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal dan tidak mungkin dapat diimbangi oleh orang lain. Lebih-lebih lagi setelah turunnya firman Allah swt dalam surah Al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi :
إنّما يريد الله ليذهب عنكم الرّجس اهل البيت ويطهّركم تطهيرا
‘Sesungguhnya Allah swt bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlu al-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya‘.
Di samping itu Rasulullah saw telah menegaskan dalam sabdanya :
ياأيهاالناس إن الفضل والشرف والمنزلة والولاية لرسول الله وذريته فلا تذ هبن الأباطيل
‘Hai manusia bahwasanya keutamaan, kemuliaan, kedudukan dan kepemimpinan ada pada
Rasulullah Rasulullah dan keturunannya. Janganlah kalian diseret oleh kebatilan’.
Walaupun para ahlil bait Rasulullah menurut dzatnya telah mempunyai keutamaan, namun Rasulullah tetap memberi dorongan kepada mereka supaya memperbesar ketaqwaan kepada Allah swt, jangan sampai mereka mengandalkan begitu saja hubungannya dengan beliau. Karena hubungan suci dan mulia itu saja tanpa disertai amal saleh tidak akan membawa mereka kepada martabat yang setinggi-tingginya di sisi Allah.
Dengan keutamaan dzatiyah dan keutamaan amaliyah, para ahlul bait dan keturunan rasul memiliki keutamaan ganda, keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Keutamaan ganda itulah (khususnya keutamaan dzatiyah) yang mendasari pelaksanaan kafa’ah di kalangan keturunan Rasullulah.
Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai kafa’ah syarifah, marilah kita perhatikan hadits yang menceritakan tentang adanya kafa’ah di kalangan wanita Arab.
Telah diceritakan dalam kitab Syarah al-Wasith bahwa Umar bin Khattab akan menikahkan anak perempuannya kepada Salman al-Farisi, kemudian berita tersebut sampai kepada Amr bin Ash, dan beliau berkata kepada Salman : Saya lebih setara (sekufu’) dari pada engkau. Maka Salman berkata : Bergembiralah engkau. Dan selanjutnya dengan sikap tawadhu’ Salman berkata : Demi Allah, saya tidak akan menikah dengan dia selamanya.
Ketika Salman al-Farisi hendak sholat bersama Jarir, salah satu sahabatnya yang berasal dari bangsa Arab, Salman dipersilahkan menjadi imam sholat, kemudian Salman al-Farisi berkata : ‘Tidak ! engkaulah yang harus menjadi imam. Wahai bangsa Arab, sesungguhnya kami tidak boleh mengimami kamu dalam sholat dan tidak boleh menikahi wanita-wanita kamu. Sesungguhnya Allah swt telah memelihara kamu atas kami disebabkan kemuliaan Muhammad saw yang telah diciptakan dari kalangan kamu’.
Dalam riwayat lain dari Salman al-Farisi :
نهانا رسول الله أن نتقدم أمامكم أو ننكح نساءكم
‘Sesungguhnya Rasulullah telah melarang kami untuk memimpin (mengimami) kamu atau menikahi wanita-wanita kamu.”
Dari hadits tersebut jelaslah bahwa di kalangan wanita Arab telah ada kafa’ah nasab dalam perkawinan. Hal tersebut dibuktikan oleh penolakan Salman al-Farisi yang berasal dari Persi (Ajam) ketika hendak dinikahkan dengan wanita Arab Syarifah. Jika dalam pernikahan wanita Arab Syarifah dengan lelaki non Arab Ahwal saja telah ada kafa’ah, apalagi halnya dengan kafa’ah dalam pernikahan antara syarifah dimana mereka adalah wanita Arab yang mempunyai kemuliaan dan keutamaan. Kemuliaan dan keutamaan yang didapatkan tersebut dikarenakan mereka adalah keturunan Rasulullah saw.
Sedangkan hadits Rasulullah yang memberikan dasar pelaksanaan kafa’ah syarifah adalah hadits tentang peristiwa pernikahan Siti Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib, sebagaimana kita telah ketahui bahwa mereka berdua adalah manusia suci yang telah dinikahkan Rasulullah saw berdasarkan wahyu Allah swt . Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi :
إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا
‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami’.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa : Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.
Di zaman Sayyid Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf, oleh para keluarga Alawiyin beliau diangkat menjadi ‘Naqib al-Alawiyin’ yang salah satu tugas khususnya adalah menjaga agar keluarga Alawiyin menikahkan putrinya dengan lelaki yang sekufu’. Mustahil jika ulama Alawiyin seperti Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam, Syekh Abdurahman al-Saqqaf, Syekh Umar Muhdhar, Syekh Abu Bakar Sakran, Syekh Abdullah Alaydrus, Syekh Ali bin Abi Bakar Sakran dan lainnya, melaksanakan pernikahan yang sekufu’ antara syarifah dengan sayid hanya berdasarkan dan mengutamakan adat semata-mata dengan meninggalkan ajaran datuknya Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah bagi umat, padahal mereka bukan saja mengetahui hal-hal yang zhohir tapi juga mengetahui hal-hal bathin yang didapat karena kedekatan mereka dengan Allah swt.
Para ulama Alawiyin mempunyai sifat talazum (tidak menyimpang) dari alquran dan seruannya, mereka tidak akan berpisah meninggalkan alquran sampai hari kiamat sebagaimana hadits menyebutkan mereka sebagai padanan alquran, dan mereka juga sebagai bahtera penyelamat serta sebagai pintu pengampunan. Rasulullah mensifatkan mereka ibarat bingkai yang menyatukan umat ini. Berpegang pada mereka dan berjalan di atas jalan mereka adalah jaminan keselamatan dan tidak adanya perpecahan serta perselisihan, sebagaimana hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :
النجوم أمان لأهل السماء وأهل بيتي أمان لأهل العرض
‘Bintang-bintang adalah sebagai pengaman bagi penduduk bumi dari tenggelam (di lautan) dan ahlil baitku sebagai pengaman bagi penduduk bumi (dari perselisihan)‘.
Tidaklah alquran memperkenalkan mereka kepada umat, melainkan agar umat itu memahami kedudukan mereka (dalam Islam) serta agar umat mengikuti dan menjadikan mereka rujukan dalam memahami syariah, mengambil hukum-hukumnya dari mereka.
Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad dalam syairnya menulis :
Ahlul Bait Musthofa, mereka adalah orang-orang suci
Mereka pemberi keamanan di muka bumi
Mereka ibarat bintang-bintang yang bercahaya
Demikianlah sunnatullah yang telah ditentukan
Mereka ibarat bahtera penyelamat
dari segala topan (bahaya) yang menyusahkan
Maka menyelamatkan dirilah kepadanya
Dan berpegang teguhlah kepada Allah swt
serta memohon pertolongan-Nya
Wahai Tuhanku, jadikanlah kami orang yang berguna atas berkah mereka
Tunjukkanlah kepada kami kebaikan dengan kehormatan mereka
Cabutlah nyawa kami di atas jalan mereka
Dan selamatkanlah kami dari berbagai macam fitnah.
Kepada siapapun yang mempunyai pikiran bahwa ulama Alawiyin yang melaksanakan pernikahan antara syarifah dengan sayid berdasarkan adat semata-mata, dianjurkan untuk beristighfar dan mengkaji kembali mengapa para ulama Alawiyin mewajibkan pernikahan tersebut, hal itu bertujuan agar kemuliaan dan keutamaan mereka sebagai keturunan Rasulullah saw yang telah ditetapkan dalam alquran dan hadits Nabi saw, tetap berada pada diri mereka. Sebaliknya, jika telah terjadi pernikahan antara syarifah dengan lelaki yang bukan sayid, maka anak keturunan selanjutnya adalah bukan sayid, hal itu disebabkan karena anak mengikuti garis ayahnya, akibatnya keutamaan serta kemuliaan yang khusus dikarunia oleh Allah swt untuk ahlul bait dan keturunannya tidak dapat disandang oleh anak cucu keturunan seorang syarifah yang menikah dengan lelaki yang bukan sayid.
FAM-FAM SAYYID adalah:
JALUR IMAM AL-HASAN:
Al-Hasani (Yusuf bin Abid)
Abu Numai
Al-Anggawi
Al-Qadiri
Al-Jailani
Al-Qudsi
Al-Maghribi
JALUR IMAM AL-HUSAIN:
Azmatkhan
Al-Ustadz al-A’dzham
Asadullah Fi Ardhihi
Al-A’yun
Al-Bar
Al-Battah
Al-Bahar
Al-Ibrahim
Al-Barakat
Al-Barum
Al-Basri
Al-Babathinah
Al-Baiti
Al-Biedh
Al-Babarik
Al-Turobi
Al-Bajahdab
Jadid
Al-Jufri
Jamalullail
Bin Jindan
Al-Jannah
Al-Junaid
Al-Junaid al-Achdor
Al-Hamid
Al-Habsyi
Al-Haddad
Al-Bahasan (Banahsan)
Al-Bahusein
Al-Hiyyed
Al-Chirrid
Chaneman
Chamur
Maula Chailah
Al-Chuun
Maula Dawilah
Al-Dzi’bu
Baraqbah
Al-Ruhailah
Al-Zahir
Al-Basakutah
Assegaf
Al-Sakran
Bin Semith
Bin Semithan
Al-Siry
Al Bin Sahal
Al-Syatri
Al-Syabsyabah
Al-Syili
Basyumailah
Bin Syahab
Basyaiban
Bin Syekh Abubakar
Al-Syaichon & Bin Syaichon
Sohib al-Hamra’
Shahib al-Huthoh
Shahib al-Syi’ib
Shahib Qasam
Shahib Mirbath
Shahib Maryamah
Basuroh
Al-Shulaibiyah
As-Shofi al-Jufri
Al-Shofi Assegaf
Al-Thaha
Al-Thahir/Bin Thahir
Al-Adeni
Al-Aqil
Al-Ba’aqil
Al-Ba’alawi
Al-Ali Lala
Alatas
Al-Aydrus
Al-Aidid
Ba’Umar (Ba’mar)
Al-Auhaj
Ba’bud
Al-Ghazali
Al-Ghusnu
Al-Ghamri
Balghaits
Al-Ghaidi
Al-Fad’aq
Bafaqih
Bilfaqih
Al-Faqih al-Muqaddam
Bafaraj
Al-Abu Futhaim
Al-Fardy
Al-Qadri
Bin Quthban
Al-Qari’
Al-Kaf
Al-Muhdhar
Al-Muhdhar BSA
Al-Mahjub
Al-Maknun
Al-Masyhur
Al-Marzaq
Al-Maqaddy
Al-Mugebel
Al-Musayah
Al-Musawa
Al-Munawwar
Al-Madehij
Al-Mutahar
Al-Nahwi
Al-Nadhir
Al-Abu Numay
Al-Haddar
Al-Hadi
Al-Hinduan
Baharun
Bahasyim
Bin Yahya
Al-Balkhi
Al-Kadzimi